Jibril Al Amin As di Ghadir Khum :

" Rasul (umat) ini telah mengikat perjanjian abadi setiap Mukmin yang tiada yang akan berpaling kecuali tidak Percaya Tuhan "


August 20, 2010

Mengikat Makna Puasa

Oleh : DR. Kholid Al Walid

Rasulullah yang mulia bersabda :

“Puasa adalah perisai, puasa melindungi diri dari kejelekan dunia dan akhirat. Apabila hendak berpuasa niatkanlah puasamu untuk menahan diri dari dorongan syahwat, dan memutuskan pikiran dari godaan syetan. Bayangkanlah dirimu sebagai orang yang sakit yang tidak menginginkan makanan ataupun minuman apapun. Dan berharaplah selalu agar Allah Yang Maha Kasih memberikan kesembuhan dari setiap penyakit yang ditimbulkan karena dosa. Sucikanlah batinmu dari setiap apa yang bisa membuatmu lalai dari berzikir kepada Allah.” (Mahajjah al-Baydha’ J2:131)

Sekali lagi kewajiban puasa tiba dihadapan kita, sekali lagi kita mencoba menggali makna Puasa. Melalui ayat yang khusus Allah SWT. Menetapkan kewajiban puasa bagi orang-orang yang beriman :

”Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atasmu puasa sebagaimana yang Kami wajibkan atas ummat-ummat sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Secara harfiah, kata puasa yang dalam bahasa Arab disebut ‘Shiyam’ bermakna berhenti dari melakukan sesuatu, Orang Arab akan menyebutkan “Shamat al-Khayl idza amsakat ‘an al-sayr (Kuda itu berhenti (puasa) dari berjalan) atau “Shamat al-rih” (Angi berhenti (puasa) dari berhembus). Manurut Hasan Al-Mustafawi dalam At-Tahqiq fi kalimat al-Qur’an al-Karim, bahwa As-Shiyam bermakna berhenti atau menahan diri dari melakukan satu perbuatan.

Seseorang yang berpuasa pada intinya ia menghentikan berbagai aktivitas yang biasa dilakukannya. Nah secara hukum fiqh yang wajib dihentikan ketika seseorang melakukan puasa tidak lain adalah makan, minum dan seks.

Ketika mulai terbit fajar seseorang dilarang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut hingga terbenamnya matahari, inilah secara umum makna puasa. Namun demikian kita menemukan bahwa puasa yang dimaksud Nabi Muhammad Saw tidak sekedar seperti yang dipahami secara umum tersebut.

Dalam salah satu sabdanya Nabi Muhammad Saw berkata :

“Betapa banyak orang yang berpuasa tidak lebih hanya mendapatkan rasa haus dan lapar saja”

Dalam riwayat dikisahkan ada dua orang perempuan yang tengah berpuasa dan tengah menanti untuk berbuka ketika Rasullah berjumpa dengan keduanya Rasulullah memerintahkan mereka untuk segera membatalkan puasanya dengan memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya, kedua perempuan itu berkata “Ya Rasulullah, kami dalam keadaan puasa”, akan tetapi Rasulullah memerintahkan mereka untuk memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya dan kemudian keluarlah dari mulut kedua perempuan tersebut daging busuk sehingga membuat orang-orang disekitarnya terkejut. Kemudian Rasul bersabda : “Sungguh kedua perempuan ini berpuasa tapi mereka telah membatalkan puasanya dengan apa yang diharamkan Allah, karena keduanya telah saling menggunjing dan sungguh mereka telah memakan bangkai saudaranya”. (Mahajat al-Baydha’ J 2 : 132).

Kalau kita mencermati kedua hal di atas ternyata puasa dalam pandangan Rasulullah saw tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga pengendalian diri bathin manusia dari berbagai hal yang buruk. Agar kita dapat meraih makna yang lebih dalam dari puasa kita kali ini, marilah kita pahami dua pesan utama dalam puasa :

Pertama ; Pesan Spiritual

Pesan Spiritual tidak lain bahwa puasa itu mengantarkan manusia pada hakikat yang tinggi disisi Allah, melalui puasa seseorang dapat melewati berbagai batasan yang membatasi antara dirinya dengan Allah SWT. Dalam hadist qudsi Allah berfirman :

“Setiap kebaikan akan Aku gandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali kecuali puasa, karena puasa hanya untuk-Ku dan Diri-Kulah yang menjadi ganjarannya”

Namun demikian hal itu akan terjadi jika kita melakukan puasa bukan hanya sekedar mengikuti aturan fikih semata akan tetapi kita juga berpuasa pada tingkat atau kualoitas yang lebih dalam.

Sayyid Haydar Amuli membagi tiga tingkatan Puasa : Puasa Syari’at, Puasa Thariqat dan Puasa Hakikat. Dalam bahasa Al-Ghazali ; Puasa Awam, Puasa Orang-orang Khusus dan yang lebih tinggi lagi Puasa Puasa orang yang lebih khusus. Ketiga tingkatan ini pada intinya mewakili tiga dimensi diri manusia, yang paling luar kita sebut sebagai badan, yang menggerakkan badan kita sebut sebagai Jiwa dan yang menghidupkan Jiwa kita sebut sebagai Ruh. Badan dalam agama kita sebut Syari’at, Jiwa kita sebut Thariqat dan Ruh kita sebut sebagai Hakikat.
Marilah kita jabarkan Puasa dalam ketiga tingkatan utama ini :

Puasa Syari’at ;

Seseorang dikatakan berpuasa pada tingkat ini ketika dia melakukan berbagai ketetentuan-ketentuan dasar dalam puasa seperti tidak makan dan minum, tidak melakukan hubungan seks dengan pasangan di siang hari, tidak melakukan irtimas. Seseorang yang melakukan semua itu dengan niat puasa maka puasa sudah dianggap sah dalam tingkatan ini, akan tetapi Puasa yang seperti ini tidak terlalu memiliki nilai karena Puasa seperti ini dapat dilakukan semua orang, Anak saya sejak kelas dua SD sudah melakukan Puasa yang seperti bahkan dia melakukannya dengan sangat bahagia, karena terlepas kewajiban makan, karena emang susah makan. (Mungkin turunan dari ibunya).

Ya kalau kita asumsikan Puasa pada tingkat ini, seperti seorang anak yang naik kelas tapi nilainya 5,5 semua, sekedar cukup untuk naik kelas aja. Bahkan bukan Cuma anak-anak yang dapat melakukan Puasa jenis ini, hewanpun melakukan Puasa ; Ular, Ayam, Kucing dsb.

Karena itu jika kita ingin mendapatkan nilai yang lebih baik dan Puasa itu memiliki efek pada diri kita kita harus melaksanakan Puasa pada tingkat berikutnya yaitu Puasa Thariqat.

Puasa Thariqat

Puasa pada tingkat ini tidak hanya memenuhi kewajiban Fiqh dalam Puasa akan tetapi seseorang harus mengendalikan inderanya, baik indera zhahirnya maupun indra bathinnya.

Seseorang yang berpuasa harus juga mengendalikan panca indranya. Dalam hadist disebutkan : “Jika kalian berpuasa maka puasakanlah pendengaran, penglihatan, rambut dan kulit kalian. Janganlah berpuasa seperti hari-hari berbuka kalian”.

Indra manusia pada intinya merupakan jalan masuknya godaan-godaan Syaithan, dari situlah dosa berawal. Karena itu ketika kita berpuasa kita diperintahkan untuk mengendalikan indera zahir kita, karena dengan demikian kita terlatih untuk menyaring berbagai hal yang masuk ke dalam diri kita dan hanya memperkenankan hal-hal yang baik dan diperkenankan Allah untuk masuk kedalam diri kita. Menurut Ibn Qayyim, ini langkah yang paling utama untuk memutus godaan Syaitan.

Namun demikian, indra manusia tidak hanya terbatas pada indra zhahir saja, ada lagi indra bathin yang lebih berbahaya dari indra zhahir di atas. Indra Bathin itu antara lain ; Indra Pikiran, Indra Ingatan, Indra Khayalan, Indra emosi.
Berpuasa pada tingkat ini tentu jauh lebih sulit, tapi paling tidak marilah kita pahami maksudnya :

Puasa Pikiran : Pikiran manusia merupakan salah satu anugerah yang diberikan kepada manusia agar manusia itu dapat menemukan Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an Allah mengajar kita dengan menceritakan kisah pencarian Tuhan yang dilakukan Ibrahim. Pada mulanya Ibrahim beranggapan gemintang sebagai Tuhan, tetapi ketika muncul cahaya rembulan sirnalah gemintang, sehingga Ibrahim berfikir inilah Tuhan, ketika malam berganting siang sirnalah rembulan dan muncullah Matahari, tapi ketika malam tiba maka mataharipun tenggelam dan sampailah Ibrahim pada keyakinan bahwa Tuhan berada dibalik ini semua. Inilah pikiran yang berada dalam cahaya kebenaran.
Seorang mukmin seharusnya selalu mengisi pikirannya pada segala sesuatu yang akan mengantarkannya kepada Allah SWT, pengetahuan bagi seorang mukmin adalah jalan dirinya menuju Allah SWT.

Puasa Ingatan : Karakter dan sikap manusia seringkali dipengaruhi oleh peroistiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalunya. Dalam acara Kick Andy di Metro TV pernah ditampilkan seorang remaja yang menderita Paedofillia, ternyata anak tersebut menderita Paedofillia karena trauma masa kecil bahwa dirinya pernah di ‘begituin’. Dunia pernah merasakan pelampiasan dendam Hitler terhadap Yahudi, semua berawal dari ingatan-ingatan negative yang yterpendam pada diri seseorang. Nah ketika puasa seseorang dituntut untuk membersihkan ingatannya dari ingatan-ingatan negative tersebut, ia harus memasukkan ingatan-ingatan positif karena dengan cara itu akan lahir sifat-sifat positif seperti, mudah memaafkan, lebih bahagia dan lebih dermawan. Dan yang paling penting ingatannya harus selalu diarahkan kepada Allah SWT.

Puasa Khayalan : Khayalan manusia merupakan ruang yang tanpa batas, khayalan sangat diperlukan bagi manusia, karena dengan khayalanlah manusia melahirkan hal-hal luar biasa dalam kehidupan ini. Dahulu tidak akan terbayangkan bahwa ada pesawat yang dapat terbang diangkasa atau kita dapat berkomunikasi dalam detik yang sama melewati berbagai benua, bahkan tekhnologi 3G telah menampilkan gambar dalam komunikasi, dunia kita terasa semakin kecil. Semua diawali dengan khayalan, tapi khayalan yang tanpa batas juga akan merusak diri manusia apalagi jikia khayalan ini telah menguasai diri anda sehingga anda tidak dapat lagi membedakan mana yang real dan mana hasil imajinasi anda, maka anda akan mendapatkan gelar baru “Schizofren”, Rasulullah Saw bersabda “ Aku khawatirkan dua hal dari dunia kalian Cinta dunia dan Panjang angan-angan, cinta dunia menyebabkan kalian takut mati dan panjang angan-angan akan menyebabkan kalian hilang keimanan”. Khayalan yang berlebihan itulah yang disebut Rasulullah sebagai Tulul Amal (Panjang angan-angan). Karena itu, khayalan kita haruslah kita kendalikan dan kita arahkan pada hal-hal yang positif. Menurut Tony Buzan “Khayalan itu adalah setengah dari realitas”, Jadi kalau kita mengkhayalkan sesuatu yang jelek, maka realitas yang jelek akan segera terjadi pada kita tapi jika kita mengkhayalkan sesuatu yang baik, maka realitas yang baik akan terealisasi dihadapan kita.

Puasa Emosi : Dalam tingkat ini seseorang dituntut untuk mengendalikan emosinya sesuai dengan apa yang diinginkan Allah, karena emosi dapat menghancurkan kehidupan seseorang bahkan suatu bangsa. Yang dimaksud emosi dalam konteks ini tidak lain adalah rasa atau perasaan. Baik itu Marah, Takut, Benci, maupun Cinta. Seseorang yang tidak dapat mengendalikan marahnya, sudah dapat dipastikan hidupnya tidak akan bahagia dan cepet mati. Pertama tentu saja karena dengan mudah dia akan terserang darah tinggi dan stroke, kedua pasti semua orang tidak akan menyukainya, menjauhinya bahkan mungkin menyumpahinya. Al-Qur’an sendiri berkata :

“Jika kamu berhati keras maka mereka akan lari dari sisimu”.

Atau seorang yang mencintai sesuatu secara berlebihan, Allah berfirman :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal sesuatu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyenagi sesuatu padahal itu buruk bagimu (QS 2 :216)
Cinta, benci, sayang dan seluruh perasaan yang ada pada diri seseorang seharusnya diarahkan untuk selaras dengan kehendak Allah SWT. Inilah yang dimaksud puasa emosi.

Tingkatan Ketiga : Puasa Hakikat.
Puasa pada tingkat ini adalah upaya manusia untuk melepaslkan dirinya dari berbagai ikatan selain kepada Allah SWT. Sehingga baginya tidak ada sesuatu apapun yang bernilai kecuali Allah SWT. Salah satu do’a yang dilantunkan Nabi Muhammad Saw adalah :

“Ya Allah anugerahilah aku keterputusan yang sempurna dari selain-Mu”,

Ia melepaskan berbagai pengaruh dunia di dalam hatinya dan berusaha memenuhi hatinya dengan kehadiran Allah SWT .

“Pada zaman nabi Musa a.s. ada seseorang Abid yang tidak pernah diperkenankan do’a-do’anya padahal sudah ratus tahun ia mengabdi kepada Allah, sehingga kemudian ia mendatangi Nabi Musa a.s dan berkata “Ya Musa tanyakanlah kepada Allah kenapa sampai saat ini Dia tidak pernah menjawab do’a-do’aku”. Nabi Musa kemudian bermunajat kepada Allah hingga Allah berfirman kepadanya “Ya Musa pada diri setiap hamba-Ku terdapat taman-taman-Ku, sekiranya didalam taman-Ku ada sesuatu selain Diri-Ku maka sungguh Aku tidak akan pernah masuk kedalam-Nya dan tidak akan pernah Aku dengar permintaannya” Musa a.s. bertanya “Ya Allah apakah yang Engkau maksudkan taman-Mu” Allah menjawab “Ya Musa, taman-Ku adalah hati hamba-Ku disitulah Aku berjumpa dengan hamba-Ku”.

Membersihkan hati dari selain Allah inilah puncak sejati dari ibadah puasa. Puasa Hakikat merupakan puasa yang mengantarkan seorang hamba pada kesadaran ruhaniah yang paling tinggi, sehingga tidak sesuatu apapun yang kmenghalangi antara dirinya dengan Allah SWT. Seluruh perbuatan dan ibadah yang ia lakukan tidak lagi karena selain Allah SWT.

Rabi’ah Al-Adawiyah seorang sufi perempuan suatu siang berlari-lari ketengah pasar. Dengan membawa obor di tangan kanannya dan seember air di tangan kirinya. Orang-orang mengerubuti Rabi’ah dan bertanya “Apa yang engkau lakukan wahai Rabi’ah” Rabi’ah menjawab “Aku membawa obor ini untuk membakar surga dan membawa air ini untuk memadamkan neraka sehingga tidak tinggal lagi surga dan neraka dan orang hanya akan beribadah semata-mata karena Allah”

Kedua ; Pesan Sosial

Selain pesan Spiritual yang harus dipahami seseorang dari ibadah puasa, ada pesan social yang terangkum jelas dalam ibadah puasa. Dalam hadist disebutkan :

“Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa agar tidak ada beda antara yang kaya dan miskin. Orang yang kaya akan merasakan rasa lapar sehingga muncul rasa kasih terhadap orang-orang fakir. Orang-orang kaya dapat mewujudkan apa yang diinginkannya dan melalui puasa Allah memberikan rasa derita dan lapar sehingga orang-orang yang kaya membela yang lemah dan mengasihi orang-orang yang lapar”. (Mahajah al-Baydha’ J2 :124)

Perut merupakan sumber kerusakan, baik kerusakan fisik maupun bathin. Berbagai jenis penyakit muncul akibat konsumsi makanan yang berlebihan. Penyakit-penyakit yang menghantui kehidupan kita saat ini, baik kolestrol, diabetes mellitus, kanker, sampai Autis berasal dari makanan yang kita konsumsi, semakin anda makan apa saja semakin subur penyakit hidup dalam diri anda. Di Jepang, mereka yang berusia panjang semakin sedikit ditemukan setelah maraknya berbagai jenis makanan, padahal sebelumnya orang-orang Jepang hanya mengkonsumsi ikan tapi sekarang seluruh restaurant model Amerika bermunculan di Jepang dan muncullah berbagai penyakit aneh.

Ali bin Abi Thalib berkata : “Janganlah jadikan perut kalian kuburan binatang”.

Saya punya teman yang memang hobbynya makan, dia tahu persis dimana makan bakso yang paling enak, dia juga tahu es kopyor mana yang paling sedap, alhasil setiap hari beberapa restaurant pasti menjadi tempat persinggahannya, apalagi kalau sedang stress. Dan ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama dokter sudah mengeluarkan maklumat baginya agar tidak lagi makan ini dan itu, menderitalah hidupnya.

Jadi kalau anda sudah kecewa dengan kehidupan ini, saran saya ; makanlah sebanyak-banyaknya dari apa saja yang anda bisa makan, saya jamin pasti malaikat Izrail akan sangat merindukan anda.

Al-Qur’an memerintahkan kita dalam hal ini agar tidak berlebihan :

“Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan”

Banyak makan juga tidak hanya menghancurkan fisik anda akan tetapi juga merusak mental anda. Munculnya berbagai penyakit bathin, rakus bin serakah bin tamak mulai menghinggapi anda. Kata para sufi dari tamak ini muncul sikap takabbur dan kalau sudah takabbur mulailah hati anda mengeras sehingga pesan-pesan suci Tuhan mulai sayup-sayup terdengar di hati anda. Anda akan mudah terjerumus dalam berbagai dosa dan dosa akan membuat hati anda menjadi gelap dan mati. Ketika hati anda mati maka seluruh ibadah sudah tidak lagi bermakna dan Nabi bersabda : “Janganlah kalian harapkan kebaikan darinya selama-lamanya”.

Kita melihat betapa banyak orang-orang yang melakukan kejahatan yang sangat kejam luar biasa, mungkin syetanpun tidak pernah terfikir untuk melakukannya. Anda mungkin pernah mendengar kisah ini ; seorang ibu muda di bandung tega menghabisi nyawa ketiga anaknya sekaligus, dan ketiganya meregang nyawa dengan dekapan bantal. Saya terus terang sangat ngeri membayangkannya, istri saya juga begitu, jadi setiap televise menayangkan berita itu kita segera memindahkannya ke channel yang lain kadang terpaksa tv nya kita matiin. Bukan apa-apa, karena kadang saya merasakan kalau anak saya yang dibegitukan, Nauzubillah.

Nah semua karena kematian hati ini, Allah menyebutkan didalam Al-Qur’an :

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu bahkan lebih keras dari batu. Padahal dari batu-batu itu memancar darinya sungai-sungai. Adapula yang terbelah dan memancar air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena ketundukan kepada Allah . Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS 2 : 74)

Puasa merupakan upaya kita untuk membersihkan kembali diri kita dari berbagai penyakit mental, menghidupkan kembali hati kita. Rasulullah bersabda :

“Puasa mematikan hawa nafsu dan keburukan syahwat shingga hati menjadi hidup” (Misbah al-Syari’ah)

Dengan hati yang hidup ini kita kembali peka terhadap penderitaan yang terjadi disekitar kita, rasa lapar dan dahaga yang kita rasakan menghilangkan batas-batas social yang kita ciptakan antara yang miskin dan kaya. Jika kita memiliki kekayaan maka kekayaan itu tentu akan kita gunakan untuk memberikan manfaat bagi banyak orang bukan sekedar kepuasan individual kita semata. Karena itulah dalam khutbah menyambut Ramadhan Rasulullah berpesan untuk kita semua :

“Bersedekahlah untuk mereka yang fakir dan miskin, muliakanlah orang yang lanjut usia dari kalian, kasihilah mereka yang lebih muda dari kalian, smbungkanlah hubungan silaturahmi kalian,…bahagiakanlah anak-anak yatim diantara kalian niscaya Allah akan membahagian anak-anak kalian yang akan kalian tinggalkan”

Ibadah ritual yang tidak membawa implikasi social akan menjadi kehilangan maknanya di hadapan Allah SWT. Marilah kita renungkanlah kisah ini :

“Ada seorang hamba yang shaleh hendak masuk kedalam surga, akan tetapi ketika ia berada dipintu surga, seseorang berteriak kepada Allah. Ya Allah janganlah Engkau biarkan ia masuk kedalam surga, sungguh aku menuntunya” Allah berfirman “Dosa apakah yang pernah ia lakukan kepadamu” orang itu menjawab “Aku adalah tetangganya di dunia, tapi dia tidak pernah peduli kepada kami, dia tidur dalam keadaan kenyang sementara kami kelaparan. Kata-katanya seringkali menyakiti hati kami”. Allah kemudian memerintahkan malaikatnya untuk menghalangi hamba yang shaleh itu dari surga-Nya dan memindahkan seluruh kebaikannya kepada tetangganya yang menuntutnya”.

Semoga puasa yang kita lakukan saat memekarkan lagi kuncup-kuncup kecintaan dihati kita kepada fakir dan miskin, anak-anak yatim, orang-orang yang papa dan tersisihkan karena inilah pesan social Ibadah Puasa







Sumber : HAWZAH Vol.1/09 Hal. 57-65

0 comments:

Enter Your email to Get Update Articles

Delivered by FeedBurner

Random Articles

Powered by Blogger.

Recent Comments

" Pro-Log for the Light Of AT TSAQOLAIN "

  © Free Blogger Templates Cool by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP