Abasa dalam timbangan Akal sederhana #2
Kali ini akan diturunkan sebuah kajian dari Ulama terkemuka Indonesia, pendiri Gerakan Persaudaraan Muslim yang sepanjang hidup beliau kontribusikan dalam melakukan pendekatan sunni Syiah serta tetap terus menegakkan kalimah ALLAH dan Kehormatan Nabi Suci Saww.
Beliau dikenal sebagai pendiri Yayasan Yapi Di bangil dan telah menembus aroma persaudaraan di semenanjung asia.
Berikut adalah Analisa Beliau yang dimuat juga dalam Buku Beliau " Nabi tidak bermuka Masam" terbitan tahun 80an.
As Sayyid Husein bin Abu Bakar al Habsyi Almarhum, menjelaskan dalam awwalun bukunya bahwa :
Ada sedikitnya 5 Alasan Rasulillah SAWW MUSTAHIL bermuka masam
Allah SWT berfirman dalam Q.S. An-Najm 2-4 :
"Muhammad tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan ia (Muhammad) tidak berucap atas kemauannya melainkan ucapannya adalah wahyu".
Dari ayat di atas, dapat ditarik kesimpulan :
a. Rasul SAWW tidak mungkin keliru.
b. Rasul SAWW tidak berucap dan bertindak berdasarkan hawa nafsunya.
c. Rasul SAWW berucap dan bertindak hanya berdasarkan wahyu Allah SWT.
Oleh sebab itulah apa yang ada pada Rasul SAWW adalah sunnah Rasul yang mesti kita teladani.
Ayat-ayat lain yang menyatakan bahwa Rasul SAWW :
a. Uswatun Hasanah/ Teladan yang baik (Q.S. Al-Ahzab 21).
b. Rahmatan lil 'Alamin/ Rahmat bagi seluruh alam (Q.S. Al-Anbiya 107).
c. La'alaa Khuluqin Adziim/Memiliki akhlaq yang agung (Q.S. Al-Qalam 4)
Sehingga ketika surat Abasaa ditafsirkan untuk Rasul SAWW, maka akan timbul pertentangan antara ayat-ayat tersebut di atas dengan ayat-ayat Abasaa. Dan kita semua yakin bahwa mustahil ayat-ayat Allah saling bertentangan. Sehingga harus dicari kebenarannya. Dan ternyata ada riwayat, yang diriwayatkan sebagian ulama ahlusunnah (seperti Ibn Katsir dan Suyuthi) dan semua ulama syi'ah, bahwa surat Abasaa ditujukan untuk pembesar quraish yang waktu itu sedang berbincang-bincang dengan Rasul SAWW. Mengapa kita begitu berat menerimanya, padahal riwayat tersebut lebih mutawattir dan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
Pada ayat 1 surat Abasaa, disebutkan:
"Dia telah bermuka masam dan berpaling"
Pada ayat 2 surat Abasaa :
"Karena telah datang kepadanya seorang buta"
Mengapa kata ganti orang (dhomir) "dia" dan "nya" di sini mesti ditujukan untuk Rasul SAWW, mengapa tidak ditujukan pada pembesar quraish yang waktu itu sedang berbincang-bincang dengan Rasul SAWW.
Dan penggunaan kata "tawalla (berpaling)" dalam Al-Qur'an, umumnya digunakan untuk mereka yang ingkar kepada Allah. Lihat :
Q.S. Ali Imran 82, Q.S. An-Nisaa' 80, Q.S. Thaahaa 48, Q.S. Thaahaa 60, Q.S. An-Najm 29, dll.
Hubungan Para Rasul (AS) yang sangat dekat dengan kaum dhu'afa, seperti dalam Q.S. Huud 27, Q.S. Huud 31, Q.S. Al-An'am 53.
Dapat dibayangkan iklim dan suasana yang diwarnai stratifikasi dalam masyarakat semacam itu, dimana setiap struktur sosialnya saling tolak-menolak, yang hal tersebut dihadapi oleh Rasul SAWW. Ketika kaum pembesar quraish (yang kaya) didatangi Rasul SAWW untuk diajak masuk Islam, maka mereka justru membanggakan kedudukan sosial mereka. Kaum musyrikin tersebut menginginkan keretakan hubungan Rasul SAWW dengan kaum dhu'afa, dan menginginkan Rasul untuk mengakui "maqam" mereka. Saat itulah datang Ibn Maktum yang disambut dengan muka masam oleh mereka (para pembesar quraish), sebagaimana kebiasaan mereka bila berhadapan dengan kaum dlu'afa.
Dalam suasana seperti itulah surat Abasaa ini turun.
Rasul SAWW pastilah tahu bahwa Ibn Maktum adalah seorang muslim. Dan sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Fath 29 :
"Muhammad adalah Rasulullah, dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang kafir, dan berkasih sayang dengan sesama mereka"
Dari ayat tersebut, mustahil Rasul SAWW akan "bermuka masam" kepada muslim yang tidak melakukan kesalahan.
Pandangan para ahli tafsir ahlusunnah tentang surat Abasaa, diantaranya :
1. Ibnu Katsir mengatakan : "Di dalam riwayat yang mengatakan bahwa surat Abasaa untuk Rasul SAWW, ada kejanggalan dan keanehan".
2. Suyuthi, dalam "Al-Itqan" mengatakan bahwa surat Abasaa ditujukan untuk Walid Al-Mughirah yang waktu itu sedang bercakap-cakap dengan Nabi SAWW. dll.
Sehingga menurut riwayat yang juga masyhur, dikatakan bahwa yang bermuka masam adalah pembesar quraisy, yaitu Walid Al-Mughirah, yang waktu itu sedang berbincang-bincang dengan nabi.
5 alasan di atas, sudah cukup memberikan keyakinan bahwa surat Abasaa adalah BUKAN untuk Rasul SAWW, melainkan ditujukan untuk Walid Al-Mughirah (pembesar quraisy) seperti yang ada dalam riwayat ahlusunnah maupun syi'ah.
Ref :
1. Ust. Husein Al-Habsyi, dalam "Benarkah Nabi Bermuka Masam ?".
2. Suyuthi, dalam "Al-Itqan".
3. Ibn Katsir, dalam Tafsir Surat Abasaa.
Diambil dari kajian lama Pelurusan Makna Abasa Atas ‘Pendeskreditan Nabi Suci SAWW’
0 comments:
Post a Comment